Kuliah tamu yang digelar oleh Hubungan Internasional FISIP UI ini menghadirkan Özlem Sara Cekic yang merupakan anggota Parlemen Denmark periode 2007-2015. Dilahirkan di Turki dari orang tua Kurdi, Özlem Sara Cekic dan keluarganya menetap di Denmark pada 1980. Pada 2007, ia menjadi wanita pertama dengan latar belakang imigran Muslim yang terpilih menjadi anggota Parlemen Denmark.
Saat ini Özlem adalah seorang pembicara, penulis, dan aktivis sosial. Proyeknya #dialoguecoffee berupaya memicu percakapan antara orang-orang yang memiliki kepercayaan yang berbeda untuk memahami prasangka yang tidak baik.
Setelah terpilih menjadi anggota parlemen Denmark, Özlem Cekic mulai menerima surat-surat kebencian. Untuk mengatasinya, dia melakukan hal yang tidak terduga, dia bertemu dengan para pembencinya secara langsung.
Inti dari konsep ‘Dialogue Coffee’ adalah “berbicara satu sama lain sehingga kita dapat membangun pengertian antara satu sama lain. Di Denmark, ada ruang bagi semua orang dan kebebasan untuk berbicara ” tambahnya.
Idenya pertama kali pada tahun 2010, ketika dia masih anggota parlemen. Sejak itu dia bertemu dengan orang-orang yang menyerangnya dalam komentar media sosial dan pesan pribadi, seringkali dengan bahasa yang sangat agresif. Pada tahun 2017, di mana dia mengunjungi seorang pria yang mengirim surat kebencian kepadanya dan mendapat perhatian dunia setelah diliput oleh BBC.
Budaya berdialog dan percakapan antar-manusia menjadi salah satu aspek penting dari demokrasi. Namun Özlem mengatakan, “budaya itu kerap sulit untuk dilakukan. saat ini, banyak orang yang berpegang keras terhadap opini yang dipercayai dan tak memberi ruang untuk mempertimbangkan pandangan yang dianggap berseberangan. Akibatnya, tak banyak dialog yang terjadi antara opini-opini yang berbeda”.
“Kita hanya bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran yang sama dan tidak menghargai pemikiran orang lain. Kita tidak berusaha untuk berbicara dengan mereka yang memiliki pandangan berbeda. Itu dapat merusak demokrasi yang sehat” tambahnya.
Özlem percaya, percakapan adalah hal yang paling sulit dalam demokrasi dan juga yang paling penting. Percakapan dan dialog semacam itu tidak dilakukan untuk mengubah pola pikir seseorang tetapi untuk memahami dan menerima beragam sudut pandang orang lain.
“Jika anda ingin mencegah kebencian dan kekerasan, kita harus berbicara dengan sebanyak mungkin orang dan selama mungkin, sambil bersikap terbuka. Itu hanya bisa dicapai melalui debat, percakapan kritis dan berdialog yang tidak menjelek-jelekkan orang, ”katanya.
Dalam semangat toleransi dan empati, Özlem mendesak orang-orang untuk tetap berpikiran terbuka terhadap pandangan yang berlawanan, karena itu bisa menjadi senjata melawan ucapan kebencian dan kekerasan.