


Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) mengadakan konferensi internasional The International Postgraduate Students Conference(IPGSC) 2025 yang bertajuk “Bytes and Borders: The Global Politics of Digital Technologies and the Governance of Cyberspace”. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari 23-25 September 2025 di Science Techno Park, Universitas Indonesia, Depok.
IPGSC bertujuan untuk mengkaji dan mendiskusikan secara kritis antara teknologi digital, keamanan siber, dan tata kelola internasional. Di era digital, perluasan dunia maya telah mengubah hubungan internasional, melampaui struktur kekuatan yang berpusat pada negara dan memperkenalkan aktor baru yang menantang norma-norma tradisional.
Dalam sambutannya, Ali Wibisono (Ketua Program Studi Pascasarjana HI FISIP UI) mengatakan bahwa evolusi pesat kecerdasan buatan atau Artificial intelligence (AI), robotika, dan kemampuan berbasis internet menekankan pentingnya untuk membangun kerangka hukum internasional yang lebih jelas.
Meskipun teknologi-teknologi ini menciptakan peluang, di sisi lain teknologi dapat mempersulit dinamika keamanan, khususnya dalam ranah pencegahan siber, persaingan militer, dan teknologi dual-use.
Raden Wijaya Kusumawardhana (Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Digital) menjelaskan bahwa saat ini, negara-negara besar sedang berlomba membangun kekuatan digital mereka. Mereka mengembangkan kecerdasan buatan (AI), infrastruktur data, dan sistem keamanan siber sendiri.
Di sisi lain, negara-negara berkembang sering kali hanya menjadi pengguna, bukan pencipta teknologi. Akibatnya, mereka rentan dikendalikan oleh sistem yang tidak bisa mereka atur sendiri.
Ia menekankan, “ketika suatu negara tidak memiliki kontrol atas teknologinya, maka risiko ketimpangan digital meningkat. Akses internet bisa terbatas, data pribadi bisa bocor, dan masyarakat mudah terpapar hoaks serta disinformasi dari luar negeri.”
“Solusinya Indonesia perlu membangun kekuatan digital sendiri. Ini bisa dimulai dengan meningkatkan investasi di bidang teknologi dan keamanan siber dan mengembangkan talenta lokal di bidang AI dan IT. Tanpa kontrol atas dunia digital, kita bisa kehilangan kendali atas informasi, keamanan, dan bahkan identitas nasional kita sendiri,” lanjutnya.
Di tingkat sosial, teknologi digital secara mendalam memengaruhi demokrasi, hak asasi manusia, dan kehidupan sehari-hari. Ketergantungan yang semakin besar pada data pribadi untuk pelatihan AI menimbulkan pertanyaan tentang privasi, kepemilikan, dan penggunaan etis, masalah yang tidak semua pemerintah prioritaskan secara setara.
“FISIP UI secara aktif berkontribusi dalam membentuk tata kelola global di era digital. Selama beberapa tahun terakhir, fakultas kami telah mengambil langkah konkret untuk mendorong kemajuan keilmuan dan keterlibatan kebijakan di bidang ini. Salah satu inisiatif penting adalah penyusunan Handbook for Cyber Diplomacy, untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam menavigasi kompleksitas hubungan digital internasional,” ujar Prof. Semiarto Aji Purwanto (Dekan FISIP UI) dalam sambutannya.
Melalui inisiatif seperti ini, FISIP UI berupaya memposisikan diri sebagai pusat keunggulan akademik sekaligus wadah dialog kebijakan di kawasan Asia Tenggara. Serta bertujuan untuk memastikan bahwa Indonesia dan negara-negara di Global South memiliki suara yang kuat dalam membentuk tata kelola dunia maya.
Ada 3 tema besar yang diangkat dalam konferensi internasional ini yaitu, (1) Foreign Policy, Diplomacy and Security Cluster; (2) Human Rights, Democracy, and Transnational Relations Cluster; dan (3) Political Economy Sector. Diskusi-diskusi ini sangat krusial bagi para pembuat kebijakan dan akademisi, dan juga bagi generasi peneliti dan praktisi muda yang akan membentuk masa depan digital.







