

Kejahatan terorisme dalam dunia siber pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai bentuk kemajuan teknologi digital, dalam hal ini internet secara global. Transisi aktivitas terorisme dari ruang fisik ke ruang siber mencerminkan adaptasi kelompok teror terhadap era digital.
Media sosial dan platform digital menjadi medium strategis dalam menyebarkan propaganda radikal, membentuk echo chamber, serta memfasilitasi proses radikalisasi individu secara masif dan tersembunyi.
Maka dengan itu Alexander Sabar mengangkat disertasi yang berjudul “Hyperreality dan Simulacrum dalam Propaganda Terorisme Siber di Indonesia”. Ia secara resmi menjadi Doktor Kriminologi FISIP UI dengan predikat ‘Sangat Memuaskan’ setelah melakukan promosi doktor pada Jumat (20/06) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI.
Studi ini mengulas proses terjadinya hyperreality dalam aktivitas terorisme, menganalisis implikasi yang ditimbulkan, kemudian merumuskan strategi yang efektif dalam penanganan ancaman terorisme siber khususnya di Indonesia.
Alexander menjelaskan bahwa pelaku teror pada dasarnya merupakan hasil dari keberhasilan propaganda ideologi di ruang siber yang terbentuk dari fenomena hyperreality dan simulacrum. Keberhasilan ini ditandai dengan adanya anggota baru yang tergabung ke dalam kelompok.
Menurutnya, aktor teror, meskipun dikenal sebagai pelaku kekerasan, seringkali juga merupakan korban propaganda yang sistematis dari proses radikalisasi. Proses radikalisasi terjadi secara bertahap, dari simpatisan hingga menjadi pelaku yang dipengaruhi oleh narasi ekstrem yang dikonsumsi di ruang digital.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa proses dan bentuk hyperreality-simulacrum teridentifikasi melalui empat tahap: refleksi, distorsi, penolakan realitas, dan akhirnya simulacrum-hyperreality.

“Temuan studi ini menunjukkan bahwa aktivitas terorisme di ruang siber telah berkembang menjadi bentuk baru yang disebut hyperterrorism, berbeda dari pola konvensional. Perubahan ini diawali oleh propaganda digital yang mendorong eskalasi aktivitas terorisme lainnya, baik di dunia maya maupun fisik,” jelas Alexander.
Selain itu, fenomena hyperreality dan simulacrum dalam terorisme siber menimbulkan dampak pada publik dan pelaku teror. Bagi publik, muncul respons seperti cult radicalism (lone actor dan kultus terintegrasi), ketakutan terhadap teror, dan moral panic.
“Sementara bagi pelaku, propaganda digital menciptakan siklus yang disebut the cycle of hyperreality and simulacrum, di mana mereka menjadi korban dan sekaligus alat penyebar teror. Ketika propaganda terus direproduksi, aksi teror menjadi bukti keberhasilannya. Konvergensi antara terorisme siber dan keberhasilan hyperreality membentuk fenomena baru yang disebut hyperterrorism,” ujarnya.
Upaya kontra-propaganda menjadi kunci dalam merespons fenomena hyperreality dan simulacrum di ruang siber. Penanganan propaganda teror sangat penting untuk mencegah meluasnya aktivitas teror lainnya. Pendekatan ini membutuhkan strategi holistik seperti yang ditawarkan dalam kerangka INTELLECT (Integrated Technological and Legislative Counter-Terrorism Framework).
Penelitian Alexander ini menjadi dasar bagi kebijakan kontra-terorisme yang lebih adaptif di ruang siber, dengan fokus pada deteksi dini dan pemutusan siklus propaganda ekstremis. Penelitian ini juga mendorong pengembangan platform digital yang lebih aman melalui regulasi dan kerja sama lintas sektor, termasuk pemerintah, lembaga keamanan, platform digital, dan masyarakat sipil.
Ia merekomendasikan, strategi Integrated Technological and Legislative Counter-Terrorism Framework (INTELLECT) yang mencakup tiga komponen utama: 1) Penguatan kerja sama dan regulasi anti-terorisme, 2) Peningkatan kapasitas teknologi dan infrastruktur (INFRATEK), dan 3) Program TRIAD (Terrorism Risk Awareness and Deradicalization).
Sebagai ketua sidang, Prof.Dr. Drs. Dody Prayoogo, MPST. Promosi doktor ini di promotori oleh Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D dan Kopromotor, Prof. Dr. Drs. Muhammad Mustofa, M.A. Serta para dewan penguji Dr. Pratama Dahlian Persadha, S.Sos. M.M., Prof. Dr.-der.Soz. Drs. Rochman Achwan, MDS., Dr. Fristian Hadinata, S.Hum., M.Hum., Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos., M.Si., dan Dr. Dra. Vinita Susanti, M.Si..