Diskusi hasil riset ini di latarbelakangi untu membangun kultur demokrasi di Indonesia, beberapa tahun terakhir ini, dihadapkan pada berbagai tantangan. Sikap demokratis, yakni watak yang mengapresiasi perbedaan atau lebih mengedepankan prinsip inklusivitas, seolah semakin menguap. Perbedaan masih juga seringkali memicu, bahkan dijadikan pemicu terjadinya gesekan sosial, bahkan konflik.
Perkembangan menuju masyarakat digital (salah satunya ditandai dengan penggunaan media sosial) berkecenderungan semakin mengondisikan terjadinya polarisasi atau pembelahan di masyarakat. Hal ini terefleksi bukan hanya pada level mikro (pola relasi antar warga), tetapi juga meso (level komunitas), dan makro (level institusional/struktural).
Kondisi ini tentu memprihatinkan karena pada konteks masyarakat Indonesia yang plural bahkan multicultural, kemampuan mengelola perbedaan merupakan salah satu indikator masyarakat demokratis.
Indikator ini juga dapat berpengaruh pada indikator keberhasilan demokrasi lainnya yakni tingginya partisipasi warga (termasuk dalam perancangan kebijakan publik). Artinya partisipasi warga/publik terhalangi oleh adanya sikap-sikap non-demokratis dari pihak-pihak/kelompok-kelompok tertentu yang berkecenderungan menunjukkan kekuasaan ‘absolut’nya.
Berbagai kasus gesekan/konflik pada pilkada dan pemilu serentak (khususnya pilpres tahun 2019), terjadinya sejumlah kekerasan komunal di sejumlah wilayah, tingginya kasus bullying di sekolah, munculnya kasus-kasus persekusi berbasis sikap intoleransi, maraknya hoax di media sosial, dll, dapat menjadi cermin sejauh mana keberhasilan demokrasi di Indonesia. Dalam bahasa lain, Rakhmani dkk (2018) menyebutkan adanya pemiskinan keberagaman, bahkan didukung oleh kelas menengah.
Kondisi ini tentu semakin memprihatinkan, karena kelas menengah justru diharapkan bukan hanya mampu menjadi agen pendorong kultur demokrasi, tetapi bagi sebagian kalangan juga diharapkan mampu menjadi penggerak demokrasi sosial.
Pada konteks inilah relevan mempertanyakan kondisi social well-being warga/masyarakat, bahwa pembangunan tidak semata mensejahterakan secara ekonomi, tetapi juga secara sosial. Artinya demokrasi sejatinya juga mendorong keadilan sosial, termasuk penghargaan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM), termasuk perlindungan pada kelompok-kelompok rentan dan marjinal, termasuk: perempuan, anak, kelompok difabel, masyarakat adat, dan lainnya.
Pada dasarnya keberhasilan demokrasi adalah sejauh mana kebijakan dan praktek politik yang ada mampu menyumbang pada terciptanya keadilan dan kemakmuran bagi seluruh atau sebanyak mungkin rakyat.
Penilaian atas keberhasilan tersebut, sorotan dapat diarahkan pada peran kekuatan- kekuatan strategis, yang seringkali disebut pilar-pilar demokrasi, termasuk media/pers. Hal ini mengingat intervensi struktural melalui berbagai perangkat kebijakan publik dan perundangan, tampaknya belum menstimuli atau mendorong perubahan kultural.
Bahkan tidak sedikit kalangan yang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dari perancangannya. Artinya prosesnya dinilai belum demokratis, bahkan ditengarai belum berpihak pada rakyat. Pada kondisi tertentu, negara pun cenderung lemah mengontrol kekuatan ekonomi dan politik. Dinamika relasi negara, masyarakat, dan pasar pun semakin kompleks di era digital ini. Pada dasarnya berbagai panel diskusi ahli ini merupakan wujud kontribusi sivitas FISIP UI, khususnya yang terkait dengan kebijakan publik.
Kegiatan ini berupa diskusi “Paparan dan Diskusi Pakar tentang Hasil-hasil Riset FISIP UI Terpilih dan Aktual” yang merupakan forum pemaparan dan mendiskusikannya secara mendalam beberapa hasil riset FISIP UI. Diskusi dilakukan antara para Dosen dan Peneliti FISIP UI dengan Penanggap Ahli dari beberapa latar belakang dan dibuka langsung oleh Dekan FISIP UI Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc.
Riset-riset Terpilih FISIP UI yang ditampilkan adalah yang terkait dengan dinamika perkembangan permasalahan masyarakat dan bangsa Indonesia beberapa waktu belakangan ini. Tema besar permasalahan masyarakat dan bangsa Indonesia yang hendak didiskusikan dalam forum ini adalah “Demokrasi, Masyarakat Digital, dan Keadilan Sosial”.
Forum ini berupa Paparan dari Dosen dan Peneliti FISIP UI dilanjutkan dengan Diskusi bersama Penanggap Ahli yang berlatar belakang sebagai Jurnalis Ahli, Pembuat dan Pengambil Keputusan Kebijakan (decision makers), dan Pegiat Civil Society.
Forum Diskusi terbagi atas tiga bidang, yaitu “Demokrasi” (Forum Diskusi 1), “Masyarakat Digital” (Forum Diskusi 2), dan “Keadilan Sosial” (Forum Diskusi 3). Setiap Forum Diskusi akan mempresentasikan hasil riset terpilih. Setiap Forum Diskusi mengundang sejumlah Dosen, Peneliti dan Mahasiswa FISIP UI yang memiliki fokus kajian/keahlian sesuai tema forum sebagai peserta diskusi.