Diplomat harus bergerak secara dinamis, menjawab tantangan jaman namun tetap berpedoman pada amanah konsitusi dan kepentingan nasional serta tetap mematuhi rambu-rambu hubungan internasional.
Begitu yang disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Argentina merangkap Uruguay dan Paraguay, Niniek Kun Naryati pada acara bedah buku ‘Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara’ yang digelar Fakultas llmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) pada Jumat (23/4). Selain itu Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan, Prayono Atiyanto juga memberikan paparannya tentang buku tersebut.
Dalam sambutan pembukaan acara bedah buku ini, Dekan FISIP UI, Arie Setiabudi mengatakan “saya sendiri sudah membaca buku buku yang berjudul Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara dan senang sekali karena semua pengalaman-pengalaman para bapak dan ibu Diplomat di berbagai posisinya merupakan data yang tentu bisa dimanfaatkan dan digunakan oleh semua pihak tidak hyanya dosen tetapi juga mahasiswa. Buku ini juga menjadi ilmu bagi teman-teman khususnya di Departemen Hubungan Internasional.”
Buku ini adalah true story dari pada Diplomat Indonesia yang ada di berbagai negara. Buku ini berisi tentang pelaksanaan dan fungsi Diplomat seperti, representing, protecting, negotiating, promoting, reporting dan managing di berbagai belahan dunia.
“yang coba dituangkan para Diplomat di buku ini ada tiga poin penting yaitu pertama, angka itu penting karena sebagai indicator pelaksanaan diplomasi politik, ekonomi, sosial, budaya dan perlindungan WNI. Kedua tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, diplomasi adalah kerja Bersama antara pemerintahan pusat dengan daerah, masyarakat, pihak swasta, diaspora Indonesia di luar negeri dan multistakeholder. Ketiga, kinerja harus bisa diukur dan di pertanggungjawabkan” Dubes Prayono.
Menurut Dubes Niniek, pada krisis di Ukraina, ternyata Perwakilan RI tidak bisa mengandalkan laporan semata-mata dari sumber terbuka yaitu dari berita lokal atau regional, namun juga perlu memeriksa sendiri validitasnya di lapangan untuk itu diperlukan jejaring yang kuat dari semua pemangku kepentingan. Ketika kendala di lapangan sangat sulit seperti bahasa, kepentingan dua kubu yang bertikai dan akses resmi ditutup, maka mau tidak mau harus mencari sumber berita secara langsung dengan memanfaatkan kedekatan dengan semua pihak.
Menurut Niniek, Konflik Ukraina yang semula merupakan ketidakstabilan politik internal bereskalasi menjadi krisis internasional. Indonesia tetap konsisten menjalankan politik luar negerinya yang ditujukan untuk terciptanya perdamaian.
Para pembahas dari Universitas Indonesia memberikan pandangan yang bervariasi dan menambah bobot diskusi. Dr. Asra Vergianita, Ketua Jurusan Hubungan Internasional menyatakan bahwa beragamnya bidang tugas yang ditangani diplomat membuat spektrum pengalaman dan pengetahuan seseorang diplomat menjadi luas: mulai dari politik, ekonomi sampai perlindungan.
Selanjutnya Dr. Nurul Isnaeni menyoroti tentang peranan LSM khsusnya pekerja migran Indonesia (PMI) perlu diberikan highlight tersendiri mengingat jasa mereka untuk membantu perekonomian keluarganya di Indonesia.