Program Otthics: Konsumsi Konten Digital Generasi Muda

Depok, 9 Juli 2024 – Badan Eksekuif Mahasiswa FISIP UI bersama Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia mengadakan seminar dan diskusi publik yang berjudul “Program OTThics: Konsumsi Konten Digital Generasi Muda” pada Selasa (9/8) di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI.

Menghadirkan pembicara kunci, Meutya Hafid (Ketua Komisi I DPR RI dan Alumni Ilmu Politik FISIP UI), serta pembicara lainnya, Tulus Santoso (Komisi Penyiaran Indonesia dan Alumni Kriminologi FISIP UI), untuk membahas peran regulator, kebijakan, dan tantangan dalam mengatur konten platform Over-The-Top (OTT) yang berada di bawah pengawasan orang tua atau parental guide.

Besarnya pertumbuhan pengguna OTT di Indonesia turut diiringi dengan literasi digital masyarakat Indonesia yang rendah menimbulkan tantang baru terkait pemahaman pengguna OTT tentang pengaturan konten, privasi, dan ketentuan pengguna yang berada di bawah kontrol orang tua atau parental guide.  Peningkatan kesadaran dan pemahaman publik menjadi salah satu tujuan utama tentang parental guide di platform OTT serta implikasi pengaturannya.

Dalam upaya memberikan perlindungan digital terutama bagi anak, Meutya Hafid menyinggung pentingnya menyeleksi tontonan untuk anak. Meutya juga mengajak Mahasiswa sebagai Generasi Z untuk ikut saling menjaga tontonan bagi anak-anak disekitar mereka.

Meutya juga mengungkapkan, di Indonesia perlindungan digital terhadap anak sudah diatur dalam UU ITE Perubahan Kedua, dimana Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan perlindungan bagi anak mengenai penggunaan produk, layanan dan fitur yang dikembangkan.

Lebih lanjut ia mengatakan, di era digital saat ini, anak-anak semakin terpapar berbagai jenis konten melalui televisi, internet, dan media sosial. Tontonan yang mereka konsumsi dapat berpengaruh besar pada perkembangan mental, emosional, dan sosial mereka. Oleh karena itu, melindungi tontonan anak merupakan langkah penting dalam upaya perlindungan anak secara keseluruhan.

“Namun, kita semua, orang tua, kakak, om, tante juga orang harus paling berperan aktif dalam menjaga anak-anak di dunia digital. Sekarang ini sudah banyak aplikasi-aplikasi tontonan atau OTT yang dapat diakses oleh siapa saja, anak-anak bisa dengan klik-klik sudah bisa akses tontonannya, kita tidak tahu apakah tontonannya baik atau buruk bagi anak,” ucap Meutya dalam diskusi ini.

Alumni Ilmu Politik UI itu juga menekankan bahwa orang tua memiliki peran krusial dalam mengawasi dan mengarahkan tontonan anak. Mereka perlu memilihkan konten yang edukatif dan positif, serta membatasi waktu menonton untuk mencegah kecanduan. Selain itu, orang tua dan orang-orang terdekat harus aktif berdialog dengan anak tentang apa yang mereka tonton, membantu mereka memahami dan memfilter informasi yang diterima.

Meski perlindungan digital terhadap anak di Indonesia mewajibkan seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menyediakan informasi mengenai batasan umur serta mekanisme verifikasi pengguna anak, namun, dalam praktiknya kemudahan akses gawai membuat anak-anak mampu mengakses berbagai layanan, terutama tontonan hanya dalam sekejap. Sehingga, pembatasan usia sulit untuk diterapkan jika tidak ada peran aktif dari Orang Tua, Keluarga dan orang-orang terdekat.

Di sisi KPI, “mengenai OTT, saya tegas menyampaikan bahwa KPI tidak memiliki kewenangan di platform digital seperti OTT,” tegas Tulus Santoso.

Ia menjelaskan, “karena UU 32 tahun 2002 tentang penyiaran free to air seperti televisi rumah dan radio yang menjadi pengawasan dan diatur oleh KPI tapi semangat undang-undang penyiaran itu adalah perlindungan kepada kepentingan publik agar tercipta watak dan jati diri bangsa karena itu KPI sering disebut sebagai ‘penjaga moral’.”

Tulus mengungkapkan, bahwa terlepas dari acara tv yang berkualitas atau tidak, dalam konteks perlindungan relatif jauh aman dibandingkan media baru seperti iklan judi, minuman alkohol maupun pakaiannya yg tidak sopan. Di media baru ada peraturannya seperti UU ITE, tapi itu belum mumpuni.

“Jadi kenapa penyiaran di media baru perlu diatur karena memiliki dampak yang cukup besar kemungkinan bagi pengguna untuk membentuk dan memengaruhi persepsi pengguna lainnya serta untuk melindungin anak-anak dan semua warga dari konten berbahaya seperti hasutan kebencian, kekerasan, seksualitas dan terorisme,” jelas Tulus.

Meskipun menghadapi masalah seperti konten tidak sesuai usia dan kurangnya kendali orang tua, peran regulator seperti KPI dan Kominfo terlibat dalam mengeluarkan pedoman dan memantau kepatuhan platform OTT. Meskipun belum ada undang-undang khusus, upaya terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan memastikan perlindungan anak yang memadai dalam lingkungan digital.

Hadir pula pembicara lainnya, Ashwin Sasongko Sastrosubroto (Masyarakat Telematika), Zulfadly Syam (Sekertaris Umum APJII) dan Dewi Sumanah (Media & Brand Senior Manager Save The Children).

Related Posts

Hubungi Kami

Kampus UI Depok
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424 Indonesia
E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 7270 006
Fax.: (+62-21) 7872 820
Kampus UI Salemba
Gedung IASTH Lt. 6, Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430 Indonesia

E-mail: fisip@ui.ac.id
Tel.: (+62-21) 315 6941, 390 4722

Waktu Layanan

Administrasi dan Fasilitas
Hari : Senin- Jumat
Waktu : 08:30 - 16:00 WIB (UTC+7)
Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB (UTC+7)

Catatan:
*) Layanan tutup pada hari libur nasional, cuti bersama, atau bila terdapat kegiatan internal.