Pekerja migran perempuan dengan meninggalkan anak merupakan fenomena global yang dialami di Indonesia dan negara lainnya. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (BNP2TKI) menyebutkan bahwa pada 2012, 80 persen perempuan usia produktif menjadi Tenaga Kerja Indonesia Pendamping (TKIP) di luar negeri dan tidak sedikit dari mereka yang meninggalkan anaknya yang masih berusia dini.
Dalam konteks Indonesia, upaya yang dilakukan para TKIP untuk memenuhi hak dan kesejahteraan anak mereka yang ditinggal bekerja ke luar negeri sampai saat ini masih bersifat individual dengan biaya sendiri dan belum menjadi bagian yang terintegrasi secara sistematik dan komprehensif dalam kebijakan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebuah studi terdahulu menggambarkan bahwa anak pekerja migran perempuan yang ditinggalkan ibunya cenderung mengalami masalah sosial yang kompleks. Solusi yang diambil kebanyakan dari para perempuan TKIP adalah menitipkan anak mereka di pesantren.
Pengasuhan anak TKIP di pesantren dapat dikaji sebagai bagian dari Global Care Chain yang perlu digali implikasinya pada pemenuhan hak dan kesejahteraan anak. Tema inilah yang diangkat dalam subjek penelitian disertasi Maria Ulfah Anshor. Dalam sidang promosi doktornya yang berlangsung pada Jumat (8/1/2016), Maria Ulfah memaparkan secara garis besar penelitiannya menemukan adanya permasalahan pengasuhan anak TKIP di lingkungan keluarga (microsystem) sebelum mereka di pesantren. Menurut Maria Ulfah, permasalahan yang kerap terjadi pada pengasuhan anak TKIP sebelum dimasukkan ke pesantren adalah rentannya anak terbawa pengaruh negatif. Pengaruh negatif ini antara lain adalah narkoba, minum, dan judi. Pengaruh tersebut terjadi, karena anak kerap dititipkan atau diasuh oleh orang tua pengganti yang tidak selalu berasal dari keluarga. Ia juga menjelaskan peran pesantren sebagai bagian dari Global Care Chain dalam permasalahan pengasuhan anak TKIP (mesosystem) dengan dukungan nilai-nilai agama, tradisi masyarakat, dan kebijakan (makrosystem). Peran pesantren sebagai keluarga besar dengan simbol kyai sebagai pengasuh, dipercaya oleh keluarga TKIP menjadi alternatif sementara bagi pengasuhan anak TKIP selama ditinggal sang ibu ke luar negeri.
Hasil penelitian Maria Ulfah menunjukkan pesantren menjadi alternatif dalam pengasuhan anak TKIP. Hubungan saling ketergantungan antara keluarga TKIP dengan pesantren (the first link), yakni mengisi kekosongan dalam pengasuhan anak TKIP yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua. Implikasinya, anak menemukan ibu atau orang tua pengganti serta hak dan kesejahteraan sosial anak dapat terpenuhi.
Menurut Maria Ulfah, pesantren sebagai bagian Global Care Chain bisa menjadi alternatif bagi pengasuhan anak TKIP yang ditinggal ibunya bekerja ke luar negeri. Namun diperlukan dukungan kebijakan yang menjamin pengasuhan dan kesejahteraan sosial bagi anak TKIP dengan intervensi sosial berbasis komunitas yang terintegrasi dalam blue print TKI secara komprehensif.
Sidang promosi doktor Maria Ulfah ini dipromotori oleh Prof. Dr. Sulistyowati Suwarno, M.A., dengan Kopromotor Johanna Debora Imelda, Ph.D. Sidang promosi doktor ini diuji oleh tim penguji yang diketuai Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc., serta beranggotakan Prof. Irwanto, Ph.D., Dr. Widjajanti M.Santoso, Prof. Drs. Isbandi Rukminto Adi, M.Kes., Ph.D., Irwan Martua Hidayana, M.A., Ph.D., dan Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc.